PENERAPAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK
MELAKUKAN REKAYASA SOSIAL DENGAN BAHAN KAJIAN UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44
TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI
Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja
atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan
pornografi.
“Seperti
yang dijelaskan pada Pasal 8 tersebut, hukum diselenggarakan karena adanya
kepentingan dalam setiap bidang kehidupan. Kepentingan dalam hal Pornografi
tersebut diwajibkan untuk dikaji karena Pornografi tersebut jelas-jelas atau
dilarang keras karena hal tersebut sangat lah merugikan, bahkan tidak hanya
merugikan 1 orang saja tetapi sangat merugikan banyak orang”.
Pasal 11
Setiap orang dilarang melibatkan anak
dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal
5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.
“Dalam
pernerapan Pasal 11 UURI No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi ini hukum
sangatlah memiliki fungsi untuk fokus pada fungsi hukum di masyarakat, karena
dengan adanya hukum tersebut masyarakat akan tidak dengan mudah melakukan hal
yang tidak sepantasnya dilakukan seperti halnya melakukan tindakan Pornografi.
Seperti yang tertera pada Pasal 11”.
Pasal 13
(1) Pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan
perundang-undangan.
“Hukum
sangatlah tegas dan bergerak lebih awal sebelum dalam lingkup masyarakat banyak
yang melakukan tersebut, karena dalam Pasal 4 Ayat (1) sangat jelas dijelaskan
dilarang keras dalam hal Pornografi ini, baik Penyebarluasan maupun
Pembuatannya. Dalam konteks ini hukum menciptakan efektivitas cara agar
peraturan hukum untuk mencapai tujuan-tujuan sosial, dan hukum sendiri
memandang tujuan-tujuan tersebut tidak hanya tujuan pembentukan masyarakat yang
baik dalam masa kaini saja melainkan untuk masa kedepannya juga diperhatikan”.
(2) Pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.
“Keputusan
yang diberikan hukum pada Pasal 13 Ayat (2) ini sangatlah baik karena hukum
pada Pasal 13 Ayat (2) ini bertujuan untuk meminimalisir tindakan Pornogafi
sebelum Pornografi menyebar luas di kalangan masyarakat Indonesia ini. Karena
apabila hal ini tidak dilakukan tindakan Pornografi akan merajalela dan dengan
mudah mempengaruhi dan merusak para generasi-generasi bangsa yang akan datang”.
PENERAPAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MELAYANI
KEBUTUHAN MASYARAKAT DENGAN BAHAN KAJIAN UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN
2008 TENTANG PORNOGRAFI
Pasal 12
Setiap orang dilarang mengajak,
membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalah gunakan kekuasaan atau memaksa
anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.
“Tindakan
Mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalah gunakan kekuasaan atau
memaksa anak dalam hal menggunakan produk atau jasa Pornografi sangat lah
dilarang keras oleh hukum seperti yang tertera pada Pasal 12 diatas. Dalam
kasus ini hukum memiliki fungsi menjadi alat untuk melayani kebutuhan
masyarakat dikarenakan dengan adanya peristiwa yang sudah berlangsung di
masyarakat hukum menetapkan suatu keputusan demi meberikan perlindungan kenyamanan
hidup bagi masyakat Republik Indonesia. Apabila tidak diadakan hukum semacam
ini pasti kejadian tindakan Pornografi yang melibatkan anak dibawah umu ataupun
sudah cukup umur pasti lah banyak sekali”.
Pasal
17
Pemerintah dan
Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan
penggunaan pornografi.
“Kewajiban
bagi pemerintah untuk melakukan pencegahan Pornografi di kalangan masyarakat
sangatlah benar, dikarenakan dengan adanya hal seperti itu masyarakat akan
lebih bisa melangsungkan hidup lebih nyaman tanpa ada gangguan hal-hal semacam
tindakan Pornografi. Sementara dari sisi lain hukum juga memberi kebijakan
solusi terhadap Pornografi tersebut, karena tidak semua kalangan masyarakat
yang tidak suka dengan Pornografi, tetapi masyarakat yang menyukai hal tersebut
pun juga tetap ada. Hukum memberi solusi seperti pada Pasal 13 Ayat 2
bahwasanya tindakan Pornografi harus dilakukan di tempat dan dengan menggunakan
cara khusus”.
Pasal 19
Masyarakat dapat
berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan,
dan penggunaan pornografi.
“Hukum
dalam Pasal 19 ini memberi perlindungan terhadap masyarakat yang melakukan
pencegahan terhadap tindakan Pornografi. Dalam Pasal 19 ini hukum memiliki
fungsi yang luas dikarenakan hukum tidak hanya melibatkan oknum-oknum yang
berwenang saja dalam menjalankan hukum tersebut, melainkan hukum juga memilih
masyarakat dalam keikut sertaan dalam pencegahan terjadinya Pornografi. Dengan
ditetapkannya Pasal 19 ini Masyarakat menjadi tidak ragu-ragu dalam melakukan
pencegahan”.
PENULIS
DIMAS UZAR IKHWANSYAH
(HUKUM EKONOMI SYARIAH)