Minggu, 08 November 2015

PENERAPAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MELAKUKAN REKAYASA SOSIAL DAN SEBAGAI ALAT UNTUK MELAYANI KEBUTUHAN MASYARAKAT DENGAN BAHAN KAJIAN UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI



PENERAPAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MELAKUKAN REKAYASA SOSIAL DENGAN BAHAN KAJIAN UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
“Seperti yang dijelaskan pada Pasal 8 tersebut, hukum diselenggarakan karena adanya kepentingan dalam setiap bidang kehidupan. Kepentingan dalam hal Pornografi tersebut diwajibkan untuk dikaji karena Pornografi tersebut jelas-jelas atau dilarang keras karena hal tersebut sangat lah merugikan, bahkan tidak hanya merugikan 1 orang saja tetapi sangat merugikan banyak orang”.

Pasal 11
Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.
“Dalam pernerapan Pasal 11 UURI No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi ini hukum sangatlah memiliki fungsi untuk fokus pada fungsi hukum di masyarakat, karena dengan adanya hukum tersebut masyarakat akan tidak dengan mudah melakukan hal yang tidak sepantasnya dilakukan seperti halnya melakukan tindakan Pornografi. Seperti yang tertera pada Pasal 11”.

Pasal 13
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.
“Hukum sangatlah tegas dan bergerak lebih awal sebelum dalam lingkup masyarakat banyak yang melakukan tersebut, karena dalam Pasal 4 Ayat (1) sangat jelas dijelaskan dilarang keras dalam hal Pornografi ini, baik Penyebarluasan maupun Pembuatannya. Dalam konteks ini hukum menciptakan efektivitas cara agar peraturan hukum untuk mencapai tujuan-tujuan sosial, dan hukum sendiri memandang tujuan-tujuan tersebut tidak hanya tujuan pembentukan masyarakat yang baik dalam masa kaini saja melainkan untuk masa kedepannya juga diperhatikan”.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.
“Keputusan yang diberikan hukum pada Pasal 13 Ayat (2) ini sangatlah baik karena hukum pada Pasal 13 Ayat (2) ini bertujuan untuk meminimalisir tindakan Pornogafi sebelum Pornografi menyebar luas di kalangan masyarakat Indonesia ini. Karena apabila hal ini tidak dilakukan tindakan Pornografi akan merajalela dan dengan mudah mempengaruhi dan merusak para generasi-generasi bangsa yang akan datang”.


PENERAPAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MELAYANI KEBUTUHAN MASYARAKAT DENGAN BAHAN KAJIAN UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

Pasal 12
Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalah gunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.
“Tindakan Mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalah gunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam hal menggunakan produk atau jasa Pornografi sangat lah dilarang keras oleh hukum seperti yang tertera pada Pasal 12 diatas. Dalam kasus ini hukum memiliki fungsi menjadi alat untuk melayani kebutuhan masyarakat dikarenakan dengan adanya peristiwa yang sudah berlangsung di masyarakat hukum menetapkan suatu keputusan demi meberikan perlindungan kenyamanan hidup bagi masyakat Republik Indonesia. Apabila tidak diadakan hukum semacam ini pasti kejadian tindakan Pornografi yang melibatkan anak dibawah umu ataupun sudah cukup umur pasti lah banyak sekali”.

Pasal 17
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.
“Kewajiban bagi pemerintah untuk melakukan pencegahan Pornografi di kalangan masyarakat sangatlah benar, dikarenakan dengan adanya hal seperti itu masyarakat akan lebih bisa melangsungkan hidup lebih nyaman tanpa ada gangguan hal-hal semacam tindakan Pornografi. Sementara dari sisi lain hukum juga memberi kebijakan solusi terhadap Pornografi tersebut, karena tidak semua kalangan masyarakat yang tidak suka dengan Pornografi, tetapi masyarakat yang menyukai hal tersebut pun juga tetap ada. Hukum memberi solusi seperti pada Pasal 13 Ayat 2 bahwasanya tindakan Pornografi harus dilakukan di tempat dan dengan menggunakan cara khusus”.
Pasal 19
Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.
“Hukum dalam Pasal 19 ini memberi perlindungan terhadap masyarakat yang melakukan pencegahan terhadap tindakan Pornografi. Dalam Pasal 19 ini hukum memiliki fungsi yang luas dikarenakan hukum tidak hanya melibatkan oknum-oknum yang berwenang saja dalam menjalankan hukum tersebut, melainkan hukum juga memilih masyarakat dalam keikut sertaan dalam pencegahan terjadinya Pornografi. Dengan ditetapkannya Pasal 19 ini Masyarakat menjadi tidak ragu-ragu dalam melakukan pencegahan”.



PENULIS
DIMAS UZAR IKHWANSYAH
(HUKUM EKONOMI SYARIAH)