Secara
garis besar UU No.7 Tahun 1992 isi kandungan didalamnya berdasarkan Prinsip
Perbankan Umum, sedangkan UU No. 10 Tahun 1998 isi kandungannya menggunakan
Prinsip Perbankan Umum dan juga Prinsip Perbankan Syariah.
PASAL YANG
DIRUBAH DARI UU NO. 7 TAHUN 1992 KE UU NO. 10 TAHUN 1998
|
Pasal
1
Penambahan Penambahan pengertian perbankan,
deposito, pembiayaan dengan prinsip syariah, prinsip syariah, nasabah,
nasabah penyimpanan, debitur, kantor cabang, pimpinan bank Indonesia, agunan,
lembaga penjamin simpanan, merger, konsolidasi, akuisisi.
Penghapusan Bank campuran, deposito
berjangka, dewan moneter, menteri, pemerintah.
Pasal
6 huruf m
“Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah,
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal
7 huruf c
Melakukan kegiatan penyertaan modal
sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik
kembali Penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
dan”
Pasal
8
(1) Dalam
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan
serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
(2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.”
Pasal
11
Ketentuan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) diubah
menjadi :
(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit
atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan
investasi surat berharga atau
hal lain yang serupa. yang
dapat dilakukan oleh bank
kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang
bersangkutan.
(3A) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada:
a. Pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau
lebih dari modal disetor bank;
b. Anggota
Dewan Komisaris;
c. Anggota
Direksi;
d.
Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c;
e. Pejabat
bank lainnya; dan
f. Perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat
kepentingan dari pihak-
pihak sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf
e.
Pasal
12
(1) Untuk menunjang
pelaksanaan program peningkatan taraf hidup rakyat banyak
melalui pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan menengah, Pemerintah bersama
Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan Bank Umum.
(2) Ketentuan mengenai kerja sama dengan Bank Umum
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”
Pasal
13 c
Menyediakan pembiayaan dan penempatan
dana berdasarkan Prinsip Syariah,
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.”
Pasal
16
(1) Setiap
pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau
Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila
kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang
tersendiri.
(2) Untuk
memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib dipenuhi persyaratan sekurangkurangnya tentang:
a.
susunan organisasi dan kepengurusan;
b.
permodalan;
c.
kepemilikan;
d.
keahlian di bidang Perbankan;
e.
Kelayakan rencana kerja.
(3) Persyaratan dan tatacara perizinan
bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 18
(1) Pembukaan kantor cabang Bank Umum
hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang, kantor
perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri dari Bank Umum
hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
(3) Pembukaan kantor di bawah kantor
cabang Bank Umum wajib dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.
(4) Persyaratan dan tata cara
pembukaan kantor Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 19
(1) Pembukaan kantor cabang Bank
Perkreditan Rakyat hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
(2) Persyaratan dan tata cara
pembukaan kantor Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 20
(1)
Pembukaan kantor cabang, kantor
cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari suatu bank yang berkedudukan di
luar negeri, hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.”
Pasal 21
(1)
Bentuk hukum suatu Bank Umum
dapat berupa:
a. Perseroan
Terbatas;
b. Koperasi;
atau
c. Perusahaan
Daerah.”
Pasal 22
(1)
Bank Umum hanya dapat didirikan
oleh:
a.
Warga negara Indonesia dan atau
badan hukum Indonesia; atau
b. Warga negara Indonesia dan atau
badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan atau badan hukum asing
secara kemitraan.
(2)
Ketentuan mengenai persyaratan pendirian
yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat 11/ditetapkan
oleh Bank Indonesia.”
Pasal 26
(1) Bank
Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.
(2) Warga
negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan atau
melalui bursa efek.
(3) Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.”
Pasal 27
Perubahan kepemilikan
bank wajib:
a.
memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan
Pasal 26; dan
b.
dilaporkan kepada Bank
Indonesia."
Pasal 28
(1)
Merger, konsolidasi, dan akuisisi
wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia.”
Pasal 29
(1) Pembinaan
dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2) Bank
wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan
modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
(3) Dalam
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan
kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan
bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
(4) Untuk
kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya
risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui
bank.
(5) Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh
bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan
oleh Bank Indonesia.”
Pasal
31
Bank Indonesia
melakukan pemeriksaan terhadap Bank,baik secara berkala maupun setiap waktu apabila
diperlukan.”
Pasal 33
(1) Laporan pemeriksaan bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31A bersifat rahasia.
(2) Persyaratan dan tata cara
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31A ditetapkan oleh
Bank Indonesia.”
Pasal 37
(1) Dalam hal suatu bank mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat
melakukan tindakan agar:
a. pemegang saham menambah modal;
b. pemegang saham mengganti .Dewan Komisaris
dan atau Direksi bank;
c. bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank
dengan modalnya;
d. bank melakukan merger atau konsolidasi
dengan bank lain;
e. bank dijual kepada pembeli yang bersedia
mengambil alih seluruh kewajiban;
f. bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau
sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;
g. bank menjual sebagian atau seluruh harta dan
atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.
(2) Apabila:
a. tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank; dan atau
b. menurut penilaian Bank Indonesia keadaan
suatu bank dapat membahayakan sistem Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat
mencabut izin usaha bank dan memerintahkan Direksi bank untuk segera
menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank
dan membentuk tim likuidasi.
(3) Dalam
hal Direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan
untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank,
penunjukan tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan
peraturan perundang undangan yang berlaku.”
Pasal 40
(1) Bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya,
kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 , Pasal 41A. Pasal 42,
Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi
Pasal
41
ayat 1
(1) Untuk
kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai
keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.”
Pasal
42
(1) Untuk
kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat
memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan
dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
(2) Izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua
Mahkamah Agung.
(3) Permintaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan
polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya
keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan
yang diperlukan.
Pasal
46 ayat 1
(1) Barang
siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha
dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah).”
Pasal
47
(1) Barang
siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja
memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2
(dua tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2) Anggota
Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang
dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal
40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling
lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang kurangnya Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah)."
Pasal
48
(1) Anggota
Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Anggota
Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang lalai memberikan keterangan
yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2)
dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”
Pasal
49
(1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau
pegawai bank yang dengan sengaja:
a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan
palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau
menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan,
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank;
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan,
menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau
dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah,
mengaburkan, menghilangkan,menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan
tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau
pegawai bank yang dengan sengaja:
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau
menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan,
uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan
keluarannya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang
lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari
bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas
surat-surat wesel, surat promes,cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban
lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk
melaksanakan penarikan dana yang melebihi Batas kreditnya pada bank;
b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga)
tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)."
Pasal
50
Pihak
Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi
bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan
paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.
000.00 (seratus miliar rupiah).”
Pasal 51
(1)
Tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 47A. Pasal 48 ayat (1). Pasal 49,
Pasal 50, dan Pasal 50A adalah kejahatan.”
Pasal 52
(1) Dengan
tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal
47A, Pasal 48, Pasal 49. dan Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan
sanksi administrative kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia
dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.
(2) Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah:
a. denda
uang;
b. teguran
tertulis,
c. penurunan
tingkat kesehatan bank;
d. larangan
untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
e. pembekuan
kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun
untuk
bank secara keseluruhan;
f. pemberhentian
pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara
sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat
pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia.
g. pencantuman
anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di
bidang Perbankan.
(3)
Pelaksanaan lebih lanjut mengenai
sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 55
Bank
yang telah memiliki izin usaha pada saat Undang-undang ini mulai berlaku,
dinyatakan telah memperoleh izin usaha berdasarkan Undang-undang ini.”
|
PASAL YANG DITAMBAH
|
Pasal
12 dan Pasal 13 dijadikan Pasal 12a
(1) Bank
Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan
maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik
agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik
agunan dalam hal Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank,
dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
(2) Ketentuan mengenai tatacara pembelian
agunan dan pencairannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”
Pasal
31 dan Pasal 32 dijadikan Pasal 31a
Bank Indonesia dapat
menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan
pemeriksaan terhadap bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.”
Diantara
Pasal 37 dan Pasal 38 diajukan Pasal 37a dan Pasal 37b
Pasal
37a
(1) Apabila
menurut penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan Perbankan yang
membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia,
Pemerintah setelah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka
penyehatan Perbankan.
(2) Badan
khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan program penyehatan
terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan oleh Bank Indonesia kepada
badan dimaksud.
(3) Dalam
melaksanakan program penyehatan terhadap bank-bank, badan khusus sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (1) serta memenang lain yaitu:
a. mengambil
alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan
wewenang Rapat Umum Pemegang Saham;
b. Mengambil
alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang Direksi dan Komisaris bank;
c. menguasai,
mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan atas kekayaan milik atau menjadi
hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di
dalam maupun di luar negeri;
d. meninjau
ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak yang mengikat bank
dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan khusus merugikan bank;
e. menjual
atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi, Komisaris, dan pemegang saham
tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun
melalui penawaran umum; menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau
menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan
Nasabah Debitur;
f. mengalihkan
pengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada pihak lain;
g. melakukan
penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui
pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank;
h. melakukan
penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan penerbitan Surat Paksa;
i. melakukan pengosongan atas tanah
dan atau bangunan milik atau yang menjadi hak bank yang dikuasai oleh pihak
lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara penegak hukum yang
berwenang;
j. melakukan penelitian dan
pemeriksaan untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan dari dan
mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun yang terlibat atau
patut diduga terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan bank dalam
program penyehatan tersebut;
k. menghitung
dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program penyehatan dan
membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan
bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi,
Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan
kepada yang bersangkutan;
l. menetapkan jumlah tambahan modal
yang wajib disetor oleh pemegang saham bank dalam program penyehatan;
m. melakukan
tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m
(4) Tindakan
penyehatan Perbankan oleh badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
adalah sah berdasarkan Undang-undang ini.
(5) Atas
permintaan badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bank dalam
program penyehatan wajib memberikan segala keterangan dan penjelasan mengenai
usahanya termasuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas
yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka
memperoleh keterangan, dokumen, dan penjelasan yang diperoleh bank dimaksud.
(6) Pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf k wajib memberikan keterangan dan
penjelasan yang diminta oleh badan khusus.
(7) Badan
khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan laporan
kegiatan kepada Menteri Keuangan.
(8) Apabila
menurut penilaian Pemerintah, badan khusus telah menyelesaikan tugasnya,
Pemerintah menyatakan berakhirnya badan khusus tersebut.
(9) Ketentuan
yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal ini diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 37b
(1) Setiap
bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang
bersangkutan.
(2) Untuk
menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan.
(3) Lembaga
Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum
Indonesia.
(4) Ketentuan
mengenai penjaminan dana masyarakat dan Lembaga Penjamin Simpanan, diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”
Pasal
41 dan Pasal 42 dijadikan Pasal 41a
(1) Untuk
penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang
dan Lelang Negara Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia
memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia
Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan
Nasabah Debitur.
(2) Izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia
Urusan Piutang Negara.
(3) Permintaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan
pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara,
nama Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya
keterangan."
Pasal
42 dan Pasal 43 dijadikan Pasal 42a
Bank wajib memberikan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42.”
Pasal
44 dan Pasal 45 (2) dijadikan Pasal 44a
(1) Atas
permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpanan yang dibuat
secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah
Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah
Penyimpan tersebut.
(2) Dalam
hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah
Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan
Nasabah Penyimpan tersebut.”
Pasal
47 dan Pasal 48 dijadikan Pasal 47a
Anggota Dewan
Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal
44A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah)."
Pasal
50 dan Pasal 51 dijadikan Pasal 50a
Pemegang saham yang
dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk
melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).”
Pasal
59 dan Pasal 60 dijadikan Pasal 59a
Badan khusus yang
melakukan tugas penyehatan Perbankan yang telah ada sebelum berlakunya
Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.”
|
PASAL
YANG DIHAPUS
|
Ada 3 pasal yang
dihapus dari UU nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan menuju UU nomor 10 tahun
1998 yaitu :
1.
Ketentuan
Pasal 6 huruf k dihapus
2.
Ketentuan
Pasal 17 dihapus
3.
Ketentuan
Pasal 32 dihapus
|
Penulis
DIMAS UZAR IKHWANSYAH
(HUKUM EKONOMI SYARIAH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar