Rabu, 02 Maret 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

Secara garis besar UU No.7 Tahun 1992 isi kandungan didalamnya berdasarkan Prinsip Perbankan Umum, sedangkan UU No. 10 Tahun 1998 isi kandungannya menggunakan Prinsip Perbankan Umum dan juga Prinsip Perbankan Syariah.

PASAL YANG DIRUBAH DARI UU NO. 7 TAHUN 1992 KE UU NO. 10 TAHUN 1998
Pasal 1
Penambahan                 Penambahan pengertian perbankan, deposito, pembiayaan dengan prinsip syariah, prinsip syariah, nasabah, nasabah penyimpanan, debitur, kantor cabang, pimpinan bank Indonesia, agunan, lembaga penjamin simpanan, merger, konsolidasi, akuisisi.
Penghapusan              Bank campuran, deposito berjangka, dewan moneter, menteri, pemerintah.
Pasal 6 huruf m
“Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 7 huruf c
Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali Penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
Pasal 8
(1)     Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
(2)     Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 11
Ketentuan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) diubah menjadi :
 (1)    Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa. yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.
(3ABank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada:
a.  Pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor bank;
b.  Anggota Dewan Komisaris;
c.  Anggota Direksi;
d.  Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;
e.  Pejabat bank lainnya; dan
f.  Perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak- pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
Pasal 12
(1)    Untuk menunjang pelaksanaan program peningkatan taraf hidup rakyat banyak melalui pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan menengah, Pemerintah bersama Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan Bank Umum.
(2)    Ketentuan mengenai kerja sama dengan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”
Pasal 13 c
Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 16
(1)    Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.
(2)    Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dipenuhi persyaratan sekurangkurangnya tentang:
a. susunan organisasi dan kepengurusan;
b. permodalan;
c. kepemilikan;
d. keahlian di bidang Perbankan;
e. Kelayakan rencana kerja.
(3) Persyaratan dan tatacara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 18
(1) Pembukaan kantor cabang Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri dari Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
(3) Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Umum wajib dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.
(4) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 19
(1) Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
(2) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 20
(1)     Pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri, hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.”
Pasal 21
(1)     Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa:
a.     Perseroan Terbatas;
b.    Koperasi; atau
c.     Perusahaan Daerah.”
Pasal 22
(1)     Bank Umum hanya dapat didirikan oleh:
a.    Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia; atau
b.   Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing    dan atau badan hukum asing secara kemitraan.
(2)     Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana    dimaksud dalam ayat 11/ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 26
(1)   Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.
(2)  Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau badan  hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan atau melalui  bursa efek.
(3)  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”
Pasal 27
Perubahan kepemilikan bank wajib:
a.         memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26; dan
b.        dilaporkan kepada Bank Indonesia."
Pasal 28
(1)     Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia.”
Pasal 29
(1)   Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2)   Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
(3)  Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
(4)  Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.
(5)  Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 31
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank,baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.”
Pasal 33
(1)  Laporan pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31A bersifat rahasia.
(2)  Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31A ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 37
(1)  Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar:
a.  pemegang saham menambah modal;
b.  pemegang saham mengganti .Dewan Komisaris dan atau Direksi bank;
c.  bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
d.  bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
e.  bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
f.  bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;
g.  bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.
(2) Apabila:
a.  tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank; dan atau
b.  menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan Direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi.
(3) Dalam hal Direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukan tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.”
Pasal 40
(1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 , Pasal 41A. Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
(2)  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi
Pasal 41 ayat 1
(1)  Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.”
Pasal 42
(1)     Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
(2)     Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.
(3)     Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
Pasal 46 ayat 1
(1)     Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).”
Pasal 47
(1)     Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2)     Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang kurangnya Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)."
Pasal 48
(1)     Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2)     Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”
Pasal 49
(1)   Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a.  membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
b.  menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c.  mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2)   Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a.  meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarannya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes,cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi Batas kreditnya pada bank;
b.  tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)."
Pasal 50
Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000. 000.00 (seratus miliar rupiah).”
Pasal 51
(1)     Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 47A. Pasal 48 ayat (1). Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50A adalah kejahatan.”
Pasal 52
(1)   Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 48, Pasal 49. dan Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administrative kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.
(2)   Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah:
a.     denda uang;
b.    teguran tertulis,
c.     penurunan tingkat kesehatan bank;
d.    larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
e.     pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun
untuk bank secara keseluruhan;
f.     pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia.
g.    pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang Perbankan.
(3)     Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Pasal 55
Bank yang telah memiliki izin usaha pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan telah memperoleh izin usaha berdasarkan Undang-undang ini.”

PASAL YANG DITAMBAH DARI UU NO. 7 TAHUN 1992 KE UU NO. 10 TAHUN 1998
Pasal 12 dan Pasal 13 dijadikan Pasal 12a
(1)   Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
(2)   Ketentuan mengenai tatacara pembelian agunan dan pencairannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”
Pasal 31 dan Pasal 32 dijadikan Pasal 31a
Bank Indonesia dapat menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.”
Diantara Pasal 37 dan Pasal 38 diajukan Pasal 37a dan Pasal 37b
Pasal 37a
(1)  Apabila menurut penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan Perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia, Pemerintah setelah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan Perbankan.
(2) Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan program penyehatan terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan oleh Bank Indonesia kepada badan dimaksud.
(3)  Dalam melaksanakan program penyehatan terhadap bank-bank, badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) serta memenang lain yaitu:
a.      mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham;
b.     Mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang Direksi dan Komisaris bank;
c.    menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan atas kekayaan milik atau menjadi hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di dalam maupun di luar negeri;
d.   meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan khusus merugikan bank;
e.     menjual atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi, Komisaris, dan pemegang saham tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum; menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah Debitur;
f.      mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada pihak lain;
g.     melakukan penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank;
h.     melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan penerbitan Surat Paksa;
i.     melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang menjadi hak bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang;
j.    melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun yang terlibat atau patut diduga terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan bank dalam program penyehatan tersebut;
k.  menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan;
l.   menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang saham bank dalam program penyehatan;
m. melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m
(4)   Tindakan penyehatan Perbankan oleh badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah sah berdasarkan Undang-undang ini.
(5)   Atas permintaan badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bank dalam program penyehatan wajib memberikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya termasuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh keterangan, dokumen, dan penjelasan yang diperoleh bank dimaksud.
(6)   Pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf k wajib memberikan keterangan dan penjelasan yang diminta oleh badan khusus.
(7)   Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan laporan kegiatan kepada Menteri Keuangan.
(8)   Apabila menurut penilaian Pemerintah, badan khusus telah menyelesaikan tugasnya, Pemerintah menyatakan berakhirnya badan khusus tersebut.
(9)   Ketentuan yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37b
(1)   Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan.
(2)   Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan.
(3)   Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum Indonesia.
(4)   Ketentuan mengenai penjaminan dana masyarakat dan Lembaga Penjamin Simpanan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”
Pasal 41 dan Pasal 42 dijadikan Pasal 41a
(1)   Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur.
(2)   Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.
(3)  Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan."
Pasal 42 dan Pasal 43 dijadikan Pasal 42a
Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42.”
Pasal 44 dan Pasal 45 (2) dijadikan Pasal 44a
(1)  Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpanan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut.
(2)  Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut.”
Pasal 47 dan Pasal 48 dijadikan Pasal 47a
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)."
Pasal 50 dan Pasal 51 dijadikan Pasal 50a
Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).”
Pasal 59 dan Pasal 60 dijadikan Pasal 59a
Badan khusus yang melakukan tugas penyehatan Perbankan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.”


PASAL YANG DIHAPUS DARI UU NO. 7 TAHUN 1992 KE UU NO. 10 TAHUN 1998
Ada 3 pasal yang dihapus dari UU nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan menuju UU nomor 10 tahun 1998 yaitu :
1.      Ketentuan Pasal 6 huruf k dihapus
2.      Ketentuan Pasal 17 dihapus
3.      Ketentuan Pasal 32 dihapus

Penulis
DIMAS UZAR IKHWANSYAH
(HUKUM EKONOMI SYARIAH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar